Hari Rabu ini , menurut rencana, Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dijadwalkan akan menghadiri diskusi bertajuk "Menakar 100 Hari Pemerintahan SBY-Boediono, sekitar pukul 12.30 di Megawati Institute.
Selain Megawati, dalam diskusi nanti juga akan hadir politisi senior Akbar Tandjung, ekonom Hendri Saparini, pakar hukum Refly Harun, dan pengamat politik Yudi Latif (pengamat politik).
Angka 100 hari realiasasi janji-janji kampanye ini menjadi persoalan penting untuk dicermati oleh masyarakat luas. Hal ini karena pasangan Presiden dan Wakil Presiden ini secara sadar menggunakan pola batas waktu 100 hari untuk merealisasi janji-janji politiknya pada saat kampanye lalu," kata Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Infokom, Daryatmo, dalam pernyataan tertulisnya, Rabu pagi ini.
Dikatakan, setelah pemerintahan berjalan 100 hari, maka presiden dan wakil presiden harus bersedia diukur dan dinilai publik. Janji kampanye capres dan cawapres, setelah terpilih, katanya lagi, jelas menjadi hutang politik yang harus dipertanggungjawabkan kepada publik luas.
"Hal ini merupakan keharusan sekaligus bagian dari pendidikan politik di masyarakat, sejalan dengan perkembangan demokrasi di tanah air. Hendaknya jangan alergi dengan tuntutan, kesadaran rakyat yang timbul melalui gerakan-gerakannya dalam menilai kinerja pemerintahan ini dalam 100 hari," ungkapnya lagi.
Pemerintah, Daryatmo menegaskan, secara sadar sudah menggunakan pola batas waktu tersebut.
Sumber : Kompas
Read More..
Organisasi masyarakat Nasional Demokrat dideklarasikan hari ini, Senin (1/2/2010). Inisiator Nasional Demokrat, Surya Paloh, mengatakan, ormas ini lahir dalam situasi kemajuan bangsa yang dinilai mandek pascareformasi.
Para pendiri ormas ini yang sering disebut memang Surya Paloh dan Sultan Hamengku Buwono X. Tetapi selain mereka berdua ada Buya Syafii Maarif, Siswono Yudohusodo, Anies Baswedan, Eep Saifullah Fatah, Khofifah Indar Parawansa, Ferry Mursyidan Baldan, Syamsul Mua'rif, Enggar Tyasto Lukito, Didik Rachbini, Akbar Faisal, Franky Sahilatua serta Budiman Sudjatmiko. Bahkan deklarasi ini dihadiri Megawati, Jusuf Kalla, Akbar Tanjung, Wiranto.
Sama seperti Soekarno yang melahirkan Ganefo sebagai perlawanan terhadap penindasan asing, Paloh menilai Nasional Demokrat juga sebagai bentuk perlawanan di era ini. "Kalau Bung Karno datang dengan semangat perlawanan terhadap dunia yang tidak berkeadilan. Saya pikir kenapa kita yang telah berkesempatan hidup lebih baik tidak mampu membuat suatu semangat perlawanan," tuturnya saat pidato dalam Deklarasi Nasional Demokrat di Istora Senayan.
Hanya saja, lanjutnya, perlawanan yang pertama harus diarahkan pada diri sendiri sehingga dapat becermin dengan obyektif untuk makin kritis dan berpikir positif. Dalam kondisi ini, Paloh mengatakan, Nasional Demokrat lahir dalam situasi ketika banyak lembaga kenegaraan yang tidak berfungsi secara maksimal. Indonesia memiliki banyak potensi, tetapi masih tertinggal jauh dari negara lain.
Menurutnya, masa reformasi belum terbukti mewujudkan cita-cita yang diharapkan, bahkan cenderung membawa anak bangsa ke dalam kecurigaan satu sama lain, termasuk pada hukum dan proses demokrasi yang sedang berjalan karena salah memahami. "Demokrasi bukanlah tujuan, demokrasi adalah alat untuk mencapai tujuan. Tak ada gunanya kita memiliki demokrasi apabila tidak menghantarkan kita pada kesejahteraan sosial, kehidupan sosial, kehidupan masyarakat yang baik," tegasnya.
Lalu siapa yang menjadi ‘lawan’ Nasional Demokrat ini? Dari beberapa pernyataan dari Suryo Paloh dan Sultan HB X (dalam wawancara Metro TV sore ini), tersirat ada ‘kekecewaan’ dan perlawanan terhadap kondisi / situasi yang ada, khususnya para pemimpin bangsa ini (tentu saja ini SBY-Boediono). Berulang kali ditegaskan oleh deklarator maupun Anies Baswedan yang membacakan deklarasi, bahwa demokrasi di Indonesia saat ini jauh dari memberikan kesejahteraan bagi rakyat banyak. Dengan kata lain, dengan kata-kata penulis, para deklarator ini gelisah terhadap kuatnya arus neoliberalisme di negeri ini.
Apakah Nasional Demokrat ini mengusung ideologi nasionalisme, sebagai anti tesis dari cara pikir pragmatisme dan liberalisme yang diusung para pemimpin bangsa ini? Penulis duga masih terlalu jauh. Karena Nasional Demokrat masih perlu menunjukkan eksistensinya dalam 2-3 tahun lagi. Tetapi terlihat jelas, kehadiran Nasional Demokrat adalah reaksi dari situasi bangsa yang begitu terbelit oleh pasar besar dan merajalelanya kekuatan asing di negeri ini. Slogan mereka pun : Gerakan Perubahan . Menurut Surya Paloh, sekarang ini bangsa ini terancam bubar, karena menguatnya semangat pragmatisme, individualism dsbnya. Maka Indonesia mesti direstorasi, dikembalikan lagi ke semangat kegotongroyongan, kebersamaan, menghargai kemajemukan, dll, demikian kata Sultan HB X.
Ya semoga cita-cita ormas Nasional Demokrat dapat tercapai…tidak hanya manis di bibir. Tidak sibuk ‘berperang’ sendiri antar pengurus.
Read More..
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahterah (F PKS), Mahfudz Siddiq, memperingatkan fenomena beralihnya masyarakat kepada organisasi masyarakat (ormas), serta lembaga swadaya masyarakat (LSM) sebagai tempat penyaluran ekspresi politik merupakan indikasi menguatnya delegitimasi terhadap parpol.
"Demonstrasi-demonstrasi yang menggunakan ormas tersebut mencerminkan masih lemahnya fungsi komunikasi politik, advokasi politik serta agregasi kepentingan masyarakat oleh parpol. Bahkan ekspresi yang ditunjukkan masyarakat tersebut justru lebih sering berisi ketidakpuasan kinerja lembaga perwakilan rakyat yang berisi orang-orang partai juga," papar Mahfudz saat dihubungi, Minggu (31/1).
Jika kondisi ketidakpuasan terhadap parpol ini berlanjut, imbuh Mahfudz, maka bahaya yang muncul adalah tindakan-tindakan anarkisme.
Mahfudz mengambil contoh serbuan massa atas nama organisasi tertentu yang menyerang markas kepolisian di NTB. Mereka mengambil secara paksa seorang tahanan dan menghukumnya hingga tewas. Hal itu karena masyarakat sudah tidak lagi mempercayai lembaga hukum untuk memenuhi rasa keadilan mereka.
"Delegitimasi terhadap lembaga hukum itu, bukan tak mungkin juga menyerang parpol. Jangan-jangan suatu saat seorang menteri yang sedang rapat dengar pendapat di DPR akan diambil paksa oleh massa dan menghakiminya dengan cara-cara jalanan karena massa tak lagi percaya wakil rakyat sebagai representasi mereka, tentu ini berbahaya," ungkap Mahfudz.
Gerakan ekstra parlementer yang berujung people power, menurutnya bagaikan bom waktu yang menunggu pemicunya saja.
Delegitimasi tersebut, lanjutnya, dimulai dari rendahnya pendidikan politik yang diberikan parpol kepada masyarakat. Mobilisasi dukungan yang diambil dari masyarakat seringkali dilakukan dengan cara-cara pragmatis. Jadi saat pemilu usai, masyarakat kembali mencari wadah lain sedangkan elit poltik mlaah asyik mempertahankan posisinya.
Padahal sebagai salah satu pilar demokrasi, ketidakpercayaan masyarakat terhadap parpol dan lembaga perwakilan rakyat sama saja dengan menggerus keberlangsungan demokrasi.
Untuk itu Mahfudz menilai selain peemrintah tetap senantiasa memperbaiki kinerjanya di semua bidang, para elit politik juga harus memperbaiki tingkah lakunya agar kepercayaan masyarakat dapat pulih.
"Sayangnya partai poltik yang benar-benar mencoba menyatu dengan masyarakat bisa dihitung dengan jari. Mereka yang juga membangun jaringan, asosiasi dan semacamnya bisa dihitung dengan jari. Akibatnya tujuan partai poltik sering tak sejalan dengan kepentingan masyarakat," tandasnya.
Read More..
Mantan Ketua Dewan Penasihat Partai Golkar Surya Paloh akan mendeklarasikan berdirinya organisasi kemasyarakatan yang diberi nama Nasional Demokrat, Senin (1/2) sore ini pukul 15.00 WIB di Istora Senayan, Jakarta.
Menurut salah satu deklarator Nasional Demokrat ini, bahwa bentuk organisasi ini lebih kepada kegiatan sosial untuk membantu masyarakat, terutama kegiatan-kegiatan riil untuk membantu masyarakat di daerah.
"Inisiatornya yakni Pak Surya dan Sultan Hamenku Buwono X (Gubernur DIY)," ungkap Ketua Deklarasi Ormas Mutia Hafidz.
Fokus utamanya, lanjut Mutia, yakni membantu masyarakat tingkat kehidupan masyarakat di berbagai bidang, misalkan pendidikan, kesehatan, pertanian. "Bahkan, mungkin juga sebagai wadah masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya dan sikap kritisnya kepada pemerintah," lanjut Mutia.
Selain dua orang inisiator tadi, kata Mutia, para tokoh yang akan ikut mendeklarasikan ormas ini berjumlah 45 orang. Di antaranya, Anies Baswedan, Syafii Maarif, Eep Saifullah Fatah, Khofifah Indarparawansa.
Bahkan, ucap Mutia, pembentukan wadah ini tidak ada hubungannya dengan Munas Golkar di Riau lalu. Ia juga membantah bahwa organisasi ini untuk mewadahi 'gerbong' Surya yang kalah dalam Munas Golkar.
"Para deklarator berasal dari lintas profesi seperti budayawan, akademisi, macam-macam, termasuk anggota DPR dari berbagai fraksi," imbuhnya.
Ketika ditanya apakah langkah organisasi ini ke depan sebagai LSM atau Parpol, Meutia membantahnya. Dikatakannya, organisasi ini bukan untuk tujuan tersebut. "Ini adalah wadah bagi masyarakat. Bukan LSM ataupun Parpol," lanjut Mutia.
Tetapi, organisasi ini masih baru akan dideklarasikan, bagaimana perkembangan ke depan juga tergantung dinamika.
Read More..
KREDIBILITAS Pansus Angket Bank Century mulai longsor. Akibatnya, sulit sekali mengajak publik memercayai komitmen pansus yang dibiayai dengan uang negara sebesar Rp2,5 miliar itu. Publik kesal. Malah, kini muncul kekhawatiran bahwa negara ini akan menjadi industri pansus.
Adalah Wapres Boediono yang mengkhawatirkan negara ini bakal menjadi industri pansus. "Apa pun masalah dipansuskan," kata Boediono seperti dikutip Ketua I Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bidang Organisasi Kamrussamad.
Kamrussamad memberikan keterangan pers seusai bersama Ketua Umum Hipmi Erwin Aksa bertemu dengan Boediono di Istana Wapres, Jakarta, kemarin. Inilah pertama kalinya Boediono menyerang balik pansus setelah ia, dalam kapasitasnya selaku mantan Gubernur Bank Indonesia, diperiksa dua kali oleh pansus.
Kekhawatiran Boediono itu cukup beralasan sebab praktik demokrasi Indonesia sekarang ini bisa mengarah pada kegagalan kedua seperti era demokrasi liberal, 1950-1957. "Itu yang harus dicegah," ujarnya.
Pansus Angket Bank Century dibentuk pada 4 Desember 2009 dengan tujuan, pertama, menyelidiki ke mana saja aliran dana talangan Bank Century sebesar Rp6,7 triliun. Kedua, menyelidiki apakah pengucuran dana itu melanggar peraturan perundang-undangan. Hingga kini tujuan pertama belum disentuh. Adapun terkait tujuan kedua, kesimpulan setiap fraksi di DPR sesuai dengan kepentingan politik masing-masing.
Menuai kecaman
Kinerja yang tidak fokus itulah yang melongsorkan kredibilitas pansus. Apalagi, angket-angket di masa lalu lenyap tanpa ujung karena kompromi-kompromi transaksional. Itulah noda dewan yang tidak gampang dihapus dari memori publik. Noda itu pula yang membuat Boediono khawatir bahwa arah jarum jam diputar lagi ke era demokrasi liberal 1950-1957.
Masa demokrasi liberal disebut juga sebagai demokrasi parlementer. Ketika itu parlemen bisa menjatuhkan pemerintah. Dalam kurun 1950 hingga 1957 terdapat tujuh perdana menteri yang berganti-ganti memimpin tujuh kabinet. Kini, wacana pemakzulan mulai digulirkan. Akan tetapi, Boediono menegaskan komitmennya bahwa jabatan hilang tidak masalah, yang penting mengabdi kepada bangsa. Ia pun mengingatkan, cara yang ditempuh dengan delegitimasi itu tidak elok.
Pernyataan Boediono menuai kecaman. Anggota pansus dari Fraksi PKS DPR Mukhamad Misbakhun mengatakan Boediono tidak memahami konstitusi. "Pansus itu merupakan hak konstitusi, jadi tidak ada otoritas bagi siapa pun untuk menghalangi adanya pansus," tandasnya. Ketua pansus Idrus Marham menambahkan, pansus dibentuk untuk menyelidiki pelanggaran. "Mau jangan ada pansus? Jangan ada pelanggaran dong."
Dalam rangka penyelidikan, khususnya aliran dana dari Bank Century kepada pihak ketiga, DPR kemarin mengumpulkan pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pimpinan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan jajaran Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI).
Ada dua kesepakatan yang dihasilkan dalam pertemuan itu. Pertama, mempersilakan pansus untuk memperoleh data yang diperlukan dengan cara apa pun yang sah, baik melalui penyitaan oleh pengadilan sesuai Pasal 19 UU 6/1954 tentang Hak Angket atau UU 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Kedua, mengimbau seluruh lembaga terkait, utamanya BPK, BI, dan Gubernur BI, untuk memberikan data kepada pansu
Read More..
SETELAH bekerja hampir dua bulan, Pansus Angket Bank Century belum berhasil memburu aliran duit dari bank milik Robert Tantular kepada pihak ketiga.
Padahal, salah satu tujuan pembentukan pansus pada 4 Desember 2009 ialah menyelidiki ke mana saja aliran dana talangan Bank Century sebesar Rp6,7 triliun itu. Tujuan lainnya menyelidiki apakah pengucuran dana itu melanggar peraturan perundang-undangan.
Penyelidikan aliran dana itu penting karena sesuai dengan hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sebagian dana talangan tersebut oleh direksi Bank Century justru ditanamkan dalam bentuk surat utang negara (SUN) dan dicairkan bagi nasabah besar seperti Budi Sampoerna. Kepentingan nasabah kecil justru terabaikan.
Anggota pansus Eva Kusumah Sundari di Jakarta, kemarin, membenarkan bahwa belum ada titik terang terkait dengan aliran dana tersebut. Pansus sepertinya tidak serius mengusut aliran dana tersebut. Padahal, ekonom Dradjad Wibowo pernah membocorkan bahwa dana itu mengucur kepada inisial 2 bravo dan 3 romeo.
Tidak hanya itu. Mantan Kabarskrim Komjen Susno Duadji mengungkapkan seorang tukang bengkel di Makassar mendapat kucuran dana Rp33 miliar. Anggota pansus Andi Rahmat malah mengungkap aliran dana hingga Rp200 miliar yang mengalir ke rekening seorang sopir taksi di Ciputat.
Surati BPK
Kapan pansus mau mengusut aliran dana? Eva Sundari mengatakan pihaknya masih menunggu hasil audit BPK. Menurut politikus PDIP itu, pansus tidak bisa bergerak tanpa ada data dari hasil audit investigasi lanjutan BPK dan laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Ketua Pansus Angket Bank Century Idrus Marham mengaku sudah menyurati BPK dua minggu lalu untuk meminta auditor negara itu melakukan audit investigasi atas aliran dana dari Bank Century. Pansus memberi tenggat awal audit investigasi tuntas awal Februari mendatang. Akan tetapi, hingga akhir pekan lalu, Ketua BPK Hadi Purnomo mengaku belum menerima surat itu.
Kini pansus berpacu dengan waktu. Pansus harus melaporkan kesimpulan sementara kerjanya ke rapat paripurna dewan pada 4 Februari. Masa kerja pansus sendiri berakhir 4 Maret 2010.
Sambil menunggu hasil audit investigasi lanjutkan dari BPK, pansus mestinya masih bisa mengusut aliran dana tersebut. Sebab sejauh ini PPATK telah menemukan 124 laporan transaksi keuangan mencurigakan dari 50 nasabah Bank Century. Dari 50 nasabah tersebut, 17 nasabah merupakan nasabah institusi, 33 sisanya nasabah perorangan. Akan tetapi, terhadap data yang sudah jelas itu, pansus belum mau melakukan klarifikasi. Eva berdalih bahwa data dari PPATK itu masih minim.
Aliran dana dari Bank Century bakal tetap gelap. Terhadap persoalan yang sudah jelas, seperti pelanggaran hukum dalam pengucuran dana talangan, setiap fraksi masih berbeda pendapat.
Sumber : Media Indonesia
Read More..
PARTAI politik telah gagal menjadi alat agregasi kepentingan rakyat. Bahkan, kiprah politikus di lembaga resmi demokrasi lebih banyak menyuarakan kepentingan pribadi dan partai ketimbang membawa suara publik. Karena itulah, rakyat memilih organisasi kemasyarakatan (ormas).
Peneliti Lembaga Survei Indonesia Burhanuddin Muhtadi di Jakarta, kemarin, menjelaskan sentimen negatif belum hilang dari memori kolektif publik. Sentimen itu muncul dari retorika parpol dan DPR. Dua lembaga itu tidak mampu menjadi penyambung lidah rakyat.
Salah satu penyebab partai gagal menjadi penyalur aspirasi rakyat ialah partai tidak peduli keinginan masyarakat. Partai asyik dengan keinginannya sendiri. Itulah gambaran yang tampak sangat jelas dari sejumlah hasil survei.
Idealnya, menurut pakar politik Maswadi Rauf, ormas dapat menjadi motivator. Ormas harus bisa melakukan advokasi demi kepentingan rakyat. "Ormas menjadi jawaban atas ketidakpercayaan rakyat terhadap parlemen maupun parpol," katanya.
Setiap ormas, kata Maswadi, mesti mempunyai fokus terhadap masalah yang terjadi di masyarakat sebab DPR terlalu luas mengurus suara rakyat. Ormas tidak bisa membuat keputusan politik, tetapi beberapa permasalahan sosial dapat diselesaikannya.
Dengan berangkat dari keinginan untuk melakukan gerakan perubahan itulah, sejumlah tokoh hari ini mendeklarasikan lahirnya Nasional Demokrat. Gerakan itu dilatarbelakangi tingginya keprihatinan akan arah pergerakan bangsa yang didera masalah politik, ekonomi, dan kesenjangan sosial. Tujuannya mencapai Indonesia yang lebih baik.
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR Mahfudz Siddiq sudah menangkap adanya fenomena beralihnya masyarakat ke ormas dan LSM sebagai tempat penyaluran ekspresi politik. Hal itu sekaligus merupakan indikasi menguatnya delegitimasi terhadap parpol.
Ia menjelaskan parlemen jalanan sesungguhnya mencerminkan masih lemahnya fungsi komunikasi politik, advokasi politik, serta agregasi kepentingan masyarakat oleh parpol. "Bahkan, ekspresi yang ditunjukkan masyarakat itu justru lebih sering berisi ketidakpuasan atas kinerja lembaga perwakilan yang berisi orang-orang partai juga," cetusnya.
Pakar politik Iberamsjah menambahkan, parpol sudah hilang harapan menghimpun kembali kepercayaan sosial dan politik masyarakat. Salah satu faktor penyebabnya adalah tingkah laku elite parpol yang tak pantas serta bertentangan dengan aspirasi masyarakat.
"Para anggota DPR yang berisikan orang-orang parpol itu seakan hanya gila hormat saja, tak benar-benar berkompetensi. Adegan yang mereka tampilkan di muka publik sungguh memalukan. Jadi, pantas saja jika masyarakat lebih memilih ormas, LSM, dan organisasi keagamaan dalam menyalurkan aspirasi politiknya," kata Guru Besar FISIP UI tersebut.
Perpindahan wadah aspirasi tersebut ditengarai Iberamsjah akan menggerakkan kekuatan rakyat. DPR, tegasnya, tak hanya sering tak sejalan dengan rakyat, tapi juga justru bertolak belakang.
Setali tiga uang, pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti melihat pengalihan kendaraan aspirasi masyarakat dari parpol ke ormas menegasikan kesungguhan parpol berpihak pada kepentingan masyarakat. Parpol belum maksimal mewujudkan agregasi kepentingan publik
Sumber : Media Indonesia
Read More..
Blogger Dasboard
Kumpul Blogger
Mengenai Saya
About this blog
Pengikut
Cari Blog Ini
Shout MIX
Mini Baner KB
Archives
Categories
- akbar (1)
- budiono (1)
- dana century (2)
- gerakan perubahan (1)
- indonesiaku (1)
- mega (1)
- ormas (2)
- parpol (4)
- sby (1)